A. Perlindungan konsumen
Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen :
Pasal 1 butir 2 :
“
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Menurut Hornby :
“Konsumen
(consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa;
seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan
jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau
sejumlah barang; setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.
Berdasarkan Undang -
Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999, Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
B.
Hak
Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen,
Hak-hak Konsumen adalah :
1. Hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
2. Hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak
atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
atau jasa.
4. Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang
digunakan.
5. Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
6. Hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak
unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
8. Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian, apabila barang atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimanamestinya.
9. Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
C.
Kewajiban
Konsumen
Pasal 5 Undang-undang
Perlindungan Konsumen juga memuat kewajiban konsumen, antara lain :
1. Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
3. Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
D. Asas dan Tujuan Hukum
Perlindungan Konsumen
Asas-asas yang dianut
dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK
adalah:
1. Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak
ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua
belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2. Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai
hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini
konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya
secara seimbang.
3. Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta
pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih
dilindungi.
4. Asas keamanan dan
keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh
keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian
hukum
Tujuan dari UU PK adalah melindungi
kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk
meningkatkan kualitasnya. Menurut pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah:
1. Meningkatkan
kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2. Mengangkat harkat dan
martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian
barang dan/atau jasa
3. Meningkatkan pemberdayaan
konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4. Menciptakan sistem
perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
5. Menumbuhkan kesadaran
pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap
yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6. Meningkatkan kualitas
barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
E. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak Pelaku Usaha
Seperti
halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang perlindungan konsumen
adalah:
1.
hak untuk menerima pembayaran yang sesuai
dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan
2.
hak untuk mendapat
perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
3.
hak untuk melakukan
pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
4.
hak untuk
rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
5.
hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Pelaku
Usaha
Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7
Undang-undang perlindungan konsumen adalah:
1.
beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2.
memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3.
memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4.
menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5.
memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
6.
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
7.
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
F.
Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :
1.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
:
a)
Tidak
sesuai dengan :
·
standar
yang dipersyaratkan;
·
peraturan
yang berlaku;
·
ukuran,
takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b)
Tidak
sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai
barang dan/atau jasa yang menyangkut :
·
berat
bersih;
·
isi
bersih dan jumlah dalam hitungan;
·
kondisi,
jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;
·
mutu,
tingkatan, komposisi;
·
proses
pengolahan;
·
gaya,
mode atau penggunaan tertentu;
·
janji
yang diberikan;
c)
Tidak
mencantumkan :
·
tanggal
kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas barang
tertentu;
·
informasi
dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
d)
Tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan
"halal" yang dicantumkan dalam label
e)
Tidak
memasang label/membuat penjelasan yang memuat:
·
Nama
barang;
·
Ukuran, berat/isi bersih, komposisi;
·
Tanggal
pembuatan;
·
Aturan
pakai;
·
Akibat
sampingan;
·
Nama
dan alamat pelaku usaha;
·
Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang
atau dibuat
f)
Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi
dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
2.
Dilarang
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa :
a.
Secara
tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut :
·
Telah
memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode
tertentu, sejarah atau guna tertentu.
·
Dalam
keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu,
merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
b.
Secara
tidak benar dan seolah-olah barang dan/atau jasa tersebut :
·
Telah
mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan
tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
·
Dibuat
perusahaan yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.
·
Telah
tersedia bagi konsumen.
c.
Langsung/tidak
langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain.
d.
Menggunakan
kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung
resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap.
e.
Menawarkan
sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
f.
Dengan
harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak
dilaksanakan.
g.
Dengan
menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan
tetapi tidak sesuai dengan janji.
h.
Dengan
menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional,
suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.
3.
Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan
dilarang mempromosikan,mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar
atau menyesatkan mengenai :
a.
Harga/tarifdan
potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b.
Kondisi,
tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa.
c.
Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa.
4.
Dalam
menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah
dengan cara undian dilarang :
a.
Tidak
melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
b.
Mengumumkan
hasilnya tidak melalui media massa.
c.
Memberikan
hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak
setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
5.
Dalam
menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara
lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun
psikis.
6.
Dalam
hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui
konsumen dengan :
a.
Menyatakan
barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan
tidak mengandung cacat tersembunyi.
b.
Tidak
berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain.
c.
Tidak
menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud
menjual barang lain.
d.
Menaikkan
harga sebelum melakukan obral.
G. Klausan Baku Dalam Perjanjian
Klausa Baku dalam Perjanjian
Sehubungan dengan perlindungan terhadap konsumen, yang perlu
mendapat perhatian utama dalam perjanjian baku adalah mengenai klausula
eksonerasi (exoneratie klausule exemption clausule) yaitu klausula yang berisi
pembebasan atau pembatasan pertanggungjawaban dari pihak pelaku usaha yang
lazimnya terdapat dalam jenis perjanjian tersebut.
Menurut Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan mengenai
klausula-klausula yang dilarang dicantumkan dalam suatu perjanjian baku yaitu:
a.
menyatakan
pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.
menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli
konsumen;
c.
menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas
barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d.
menyatakan
pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun
tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan
barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e.
mengatur
perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang
dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g.
menyatakan
tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan
dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa
konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h.
menyatakan
bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak
tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran.
Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen menyebutkan tujuan dari larangan pencantuman klausula baku yaitu
“Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan
pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak” sehingga diharapkan
dengan adanya Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan
memberdayakan konsumen dari kedudukan sebagai pihak yang lemah di dalam di
dalam kontrak dengan pelaku usaha sehingga menyetarakan kedudukan pelaku usaha
dengan konsumen.
Sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) disebutkan bahwa pelaku usaha
dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat
atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti. Pencantuman klausula baku tersebut dapat berupa tulisan kecil-kecil
yang diletakkan secara samar atau letaknya ditempat yang telah diperkirakan
akan terlewatkan oleh pembaca dokumen perjanjian tersebut, sehingga saat
kesepakatan tersebut terjadi konsumen hanya memahami sebagian kecil dari
perjanjian tersebut. Artinya perjanjian tersebut hanya dibaca sekilas, tanpa
dipahami secara mendalam konsekuensi yuridisnya, yang membuat konsumen sering tidak
tahu apa yang menjadi haknya.
H.
Tanggung
Jawab Pelaku Usaha
Pengertian tanggung jawab produk (pelaku usaha), sebagai
berikut, ”Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab para produsen untuk
produk yang telah dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan/
menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk
tersebut.“
Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk
dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan Pasal 19
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merumuskan
tanggung jawab produsen sebagai berikut:
1.
Pelaku
Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/
atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan
atau diperdagangkan.
2.
Ganti
rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.
Pemberian
ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian
lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan. (50 Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat
membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”
I.
Sanksi-sanksi
Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
Sanksi Perdata :
Ganti rugi dalam bentuk :
·
Pengembalian
uang atau
·
Penggantian
barang atau
·
Perawatan kesehatan, dan/atau
·
Pemberian
santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah
tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui
BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
Kurungan :
·
Penjara,
5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat
(2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
·
Penjara,
2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13
ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
* Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8
Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit
berat, cacat tetap atau kematian
* Hukuman tambahan ,
antara lain :
o
Pengumuman keputusan Hakim
o
Pencabuttan izin usaha;
o
Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
o
Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
o
Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .