Rainbow Arch Over Clouds

Rabu, 02 Januari 2013

Cara Membuat Ringkasan Yang Baik

Nama : Anisa Agustyaningrum
NPM : 20210871
Kelas : 3eb15


PENGERTIAN RINGKASAN
Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan asli, sedangkan perbandingan bagian atau bab dari karangan asli secara proporsional tetap di pertahankan dalam bentuknya yang singkat atau suatu cara yang efektif untuk menyajikan suatu karangan yang panjang dalam bentuk yang singkat. Kata précis berarti memotong atau memangkas.

TUJUAN RINGKASAN
Membantu kita memahami dan mengetahui isi sebuah buku atau karangan. Dengan membuat ringkasan, seseorang dibimbing dan dituntun untuk membaca karangan asli dengan cermat dan menuliskan kembali dengan tepat. Untuk membuat ringkasan yang baik, kita perlu membaca buku atau karangan asli dengan cermat. Dengan membaca secara cermat, kita dapat menangkap dan membedakan gagasan utama dengan gagasan tambahan.

MANFAAT RINGKASAN
Sebagai sarana untuk membantu kita dalam mengingat isi sebuah buku atau suatu uraian yang begitu panjang. Rangkuman memuat ide- ide pokok yang mewakili setiap bagian bacaan aslinya. Dengan membaca rangkuman, kita seakan- akan memahami keseluruhan buku secara utuh.
Bagi orang yang sudah terbiasa membuat ringkasan, mungkin kaidah yang berlaku dalam menyusun ringkasan telah tertanam dalam benaknya. Meski demikian, tentulah perlu diberikan beberapa patokan sebagai pegangan dalam membuat ringkasan terutama bagi mereka yang baru mulai atau belum pernah membuat ringkasan. Berikut ini beberapa pegangan yang dipergunakan untuk membuat ringkasan yang baik dan teratur.
1.      Membaca Naskah Asli
Bacalah naskah asli sekali atau dua kali, kalau perlu berulang kali agar Anda mengetahui kesan umum tentang karangan tersebut secara menyeluruh. Penulis ringkasan juga perlu mengetahui maksud dan sudut pandangan penulis naskah asli. Untuk mencapainya, judul dan daftar isi tulisan (kalau ada) dapat dijadikan pegangan karena perincian daftar isi memunyai pertalian dengan judul dan alinea-alinea dalam tulisan menunjang pokok-pokok yang tercantum dalam daftar isi.
2.      Mencatat Gagasan Utama
Jika Anda sudah menangkap maksud, kesan umum, dan sudut pandangan pengarang asli, silakan memperdalam dan mengonkritkan semua hal itu. Bacalah kembali karangan itu bagian demi bagian, alinea demi alinea sambil mencatat semua gagasan yang penting dalam bagian atau alinea itu. Pokok-pokok yang telah dicatat dipakai untuk menyusun sebuah ringkasan. Langkah kedua ini juga menggunakan judul dan daftar isi sebagai pegangan. Yang menjadi sasaran pencatatan adalah judul-judul bab, judul anak bab, dan alinea, kalau perlu gagasan bawahan alinea yang betul-betul esensial untuk memperjelas gagasan utama tadi juga dicatat.
3.      Mengadakan Reproduksi
Pakailah kesan umum dan hasil pencatatan untuk membuat ringkasan. Urutan isi disesuaikan dengan naskah asli, tapi kalimat-kalimat dalam ringkasan yang dibuat adalah kalimat-kalimat baru yang sekaligus menggambarkan kembali isi dari karangan aslinya. Bila gagasan yang telah dicatat ada yang masih kabur, silakan melihat kembali teks aslinya, tapi jangan melihat teks asli lagi untuk hal lainnya agar Anda tidak tergoda untuk menggunakan kalimat dari penulis asli. Karena kalimat penulis asli hanya boleh digunakan bila kalimat itu dianggap penting karena merupakan kaidah, kesimpulan, atau perumusan yang padat.
4.      Ketentuan Tambahan
Setelah melakukan langkah ketiga, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ringkasan itu diterima sebagai suatu tulisan yang baik.
1.      Susunlah ringkasan dalam kalimat tunggal daripada kalimat majemuk.
2.   Ringkaskanlah kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata. Jika rangkaian gagasan panjang, gantilah dengan suatu gagasan sentral saja.
3.     Besarnya ringkasan tergantung jumlah alinea dan topik utama yang akan dimasukkan dalam ringkasan. Ilustrasi, contoh, deskripsi, dsb. dapat dihilangkan, kecuali yang dianggap penting.
4.    Jika memungkinkan, buanglah semua keterangan atau kata sifat yang ada, meski terkadang sebuah kata sifat atau keterangan masih dipertahankan untuk menjelaskan gagasan umum yang tersirat dalam rangkaian keterangan atau rangkaian kata sifat yang terdapat dalam naskah.
5.  Anda harus mempertahankan susunan gagasan dan urutan naskah. Tapi yang sudah dicatat dari karangan asli itulah yang harus dirumuskan kembali dalam kalimat ringkasan Anda. Jagalah juga agar tidak ada hal yang baru atau pikiran Anda sendiri yang dimasukkan dalam ringkasan.
6. Agar dapat membedakan ringkasan sebuah tulisan biasa (bahasa tak langsung) dan sebuah pidato/ceramah (bahasa langsung) yang menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal atau jamak, ringkasan pidato atau ceramah itu harus ditulis dengan sudut pandangan orang ketiga.
7.    Dalam sebuah ringkasan ditentukan pula panjangnya. Karena itu, Anda harus melakukan seperti apa yang diminta. Bila diminta membuat ringkasan menjadi seperseratus dari karangan asli, maka haruslah membuat demikian. Untuk memastikan apakah ringkasan yang dibuat sudah seperti yang diminta, silakan hitung jumlah seluruh kata dalam karangan itu dan bagilah dengan seratus. Hasil pembagian itulah merupakan panjang karangan yang harus ditulisnya. Perhitungan ini tidak dimaksudkan agar Anda menghitung secara tepat jumlah riil kata yang ada. Tapi perkiraan yang dianggap mendekati kenyataan. Jika Anda harus meringkaskan suatu buku yang tebalnya 250 halaman menjadi sepersepuluhnya, perhitungan yang harus Anda lakukan adalah sebagai berikut:
a.      Panjang karangan asli (berupa kata) adalah: Jumlah halaman x Jumlah baris per halaman x Jumlah kata per baris = 250 x 35 X 9 kata = 78.750 kata.
b.  Panjang ringkasan berupa jumlah kata adalah: 78.750 : 10 = 7.875 kata. Panjang ringkasan berupa jumlah halaman ketikan adalah: jika kertas yang dipergunakan berukuran kuarto, jarak antar baris dua spasi, tiap baris rata-rata sembilan kata, pada halaman kertas kuarto dapat diketik 25 baris dengan jarak dua spasi, maka: Jumlah kata per halaman adalah: 25x 9 kata = 225. Jumlah halaman yang diperlukan adalah: 7.875:225 = 35 halaman.
Sumber :




Sistematika Menulis Ilmiah



Nama : Anisa Agustyaningrum
NPM  : 20210871
Kelas : 3eb15

Standar Penulisan Karya Ilmiah –Ketentuan standar penulisan proposal, skirpsi, tesis dan disertasi. Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan karya ilmiah diantaranya:
1. Bahasa
2. Format
3. Abstrak
4. Volume
5. Halaman
6. Footnote
BAHASA KARYA ILMIAH
1.      Proposal, tesis atau disertasi ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia, Inggris, atau Arab yang standar dan benar.
2.      Penulisan proposal, tesis atau disertasi dalam bahasa Arab atau Inggris harus mendapat rekomendasi dari Asisten Direktur Bidang Akademik (Asdir. AKA) dan persetujuan dari Direktur Program Pascasarjana.
3.      Istilah asing yang belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia dicetak miring (italk) disertai penjelasan seperlunya.

Sistematika penulisan Karya ilmiah, skripsi, disertasi, thesis umumnya dapat dibagi ke dalam tiga bagian utama, yaitu (1) bagian awal, (2) bagian inti, dan (3) bagian akhir.
BAGIAN AWAL
Bagian awal biasanya terdiri atas :
A. Halaman judul (dan subjudul) ;
    Syarat-syarat untuk membuat Halaman judul yaitu :
1.      Singkat, jelas, dan menggambarkan isi tulisan.
2.      Mudah dimengerti.
3.      Menarik dan memotivasi membaca isi tulisan.
4.      Dapat dalam bentuk pernyataan, atau pertanyaan.
5.      Dapat menggunakan subjudul.
6.      Di bawah judul, ditulis nama penulis.
7.      Tidak menggunakan kata ”Penelitian tentang …”, ”Survei ….”, Kajian tentang … ” , dan ”Beberapa Catatan tentang ….”,
8.      Tidak menggunakan singkatan atau akronim.
9.      Tidak terlalu umum.
10.  Tidak lebih dari 14 kata.
B.  Halaman persetujuan pembimbing;
C. Halaman kata pengantar;
D. Halaman abstrak (dalam bahasa Indonesia);
Abstrak, merupakan sari tulisan, meliputi latar belakang penelitian secara ringkas, tujuan, metode, hasil, dan simpulan penelitian. Perincian perlakuan tidak perlu dicantumkan, kecuali jika dianggap penting. Panjang abstrak maksimum 150-200 kata dan dilengkapi dengan kata kunci. Syarat-syaratnya yaitu :
1.      Menggambarkan secara singkat latar belakang, masalah, metode, hasil dan kesimpulan penelitian secara singkat.
2.      Merupakan ringkasan/summary singkat.
3.      Memotivasi membaca isi tulisan secara keseluruhan.
4.      Terdiri atas satu paragraf dengan 150 – 200 kata.
5.      Dikuti dengan kata-kata kunci isi tulisan sebanyak 3 – 5 kata.
6.      ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
7.      Tidak merupakan ringkasan isi tulisan.
8.      Tidak terlalu rinci.
9.      Tidak memuat rumus-rumus.
10.  Tidak terlalu singkat dan terlalu umum.
E.   Halaman abstract (dalam bahasa Inggris);
Abstract merupakan versi bahasa Inggris dari abstrak, ditulis maksimum 100 kata dan dilengkapi dengan keywords. Abstract ditulis dalam bentuk past tenses, kecuali untuk bagian justifikasi masalah.
F. Halaman daftar isi;
G. Halaman daftar tabel (kalau ada);
H. Halaman daftar gambar (kalau ada);
I. Halaman daftar grafik (kalau ada);
J. Halaman daftar diagram (kalau ada);
K. Halaman daftar lampiran (kalau ada).

BAGIAN INTI
Pada umumnya bagian ini diawali dengan deskripsi tentang masalah umum dan khusus yang diteliti serta deskripsi tentang nilai pentingnya penelitian yang dilakukan. Berikut disajikan sistematika dan pengertian setiap bagian sebuah Karya ilmiah, skripsi, disertasi, thesis.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
Latar belakang penelitian mengungkapkan keingintahuan tentang fenomena/gejala yang menarik untuk diteliti dengan menunjukkan signifikansi penelitian bagi pengembangan pengetahuan ilmiah.

Empat komponen latar belakang masalah yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Adanya gejala tentang permasalahan yang akan diteliti.
2. Relevansi dan intensitas pengaruh masalah yang diteliti terhadap aspek ilmu (teknik, sosial, ekonomi, budaya, politik, seni, agama) dengan segala akibat yang ditimbulkannya.
3. Keserasian pendekatan metodologis yang digunakan.
4. Gambaran kegunaan hasil penelitian.

Dari pihak peneliti, pengungkapan bagian ini dapat didasarkan atas pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Tentang topik yang diteliti, apa-apa saja informasi yang telah diketahui, baik teoretis maupun faktual;
2. Berdasarkan informasi yang diperoleh, adakah ditemukan adanya permasalahan;
3. Dari permasalahan yang dapat diidentifikasi, bagian mana yang menarik untuk diteliti;
4. Apakah mungkin secara teknis masalah itu diteliti.

1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah inti fenomena yang akan diteliti sebagai akibat adanya kesenjangan teori dan realitas.

1.3 Maksud dan/atau Tujuan Penelitian
Maksud penelitian mengungkapkan arah dan tujuan umum apa yang akan dicapai dalam penelitian.
Tujuan penelitian mengetengahkan indikator-indikator/aspek-aspek yang hendak ditemukan dalam penelitian, terutama berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diteliti.

1.4 Kegunaan Penelitian
Penjelasan tentang manfaat penelitian yang dilakukan, baik manfaat teoretis maupun manfaat praktis hasil penelitian.

1.5 Kerangka Pemikiran
Pada prinsipnya kerangka pemikiran pada penelitian deduktif (deductive/operational research) dikemukakan (beberapa) dalil, hukum, teori yang relevan dengan masalah yang diteliti sehingga memunculkan asumsi-asumsi dan proposisi yang kemudian kalau mungkin dapat dirumuskan ke dalam hipotesis operasional atau hipotesis yang dapat diuji (testable/operational hypothesis).

Pada penelitian induktif (inductive research) kerangka pemikiran berdasarkan dugaan sementara, yaitu adanya kaitan-kaitan tertentu dalam variabel masalah, tetapi tidak dapat didedukasi dari teori. Jadi, hipotesis tidak diturunkan terlebih dahulu, tetapi hipotesis dihasilkan dari data yang disebut benang merah, yaitu percerminan alur runtut pikir peneliti.

1.6 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian mengungkapkan secara ringkas rancangan penelitian, prosedur penelitian, alat ukur yang digunakan, parameter yang diamati, sampel, teknik analisis, dan metode ujinya.
Apabila judul Bab III adalah metode penelitian, paragraf ini akan dijelaskan secara rinci pada Bab III.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Subbab ini menguraikan di mana penelitian dilakukan (kota, daerah, desa, laboratorium, sekolah, perusahaan, klinik, rumah sakit, panti asuhan dsb.). Selain itu, menguraikan jadwal dan lamanya penelitian yang dilakukan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan teori yang relevan dengan masalah yang diteliti. Selain itu, dapat pula berisi uraian tentang data sekunder/tersier yang diperoleh dari jurnal-jurnal ilmiah atau hasil penelitian pihak lain yang dapat dijadikan asumsi-asumsi yang memungkinkan terjadinya penalaran untuk menjawab masalah yang diajukan peneliti. Pada bab ini pula dimungkinkan mengajukan lebih dari satu teori atau data sekunder/tersier untuk membahas permasalahan yang menjadi topik Karya ilmiah, skripsi, disertasi, thesis, sepanjang teori?teori dan/atau data sekunder/tersier itu berkaitan.

Tinjauan pustaka merupakan hasil telusuran tentang kepustakaan yang mengupas topik penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan diteliti. Hal ini merupakan bukti pendukung bahwa topik atau materi yang diteliti memang merupakan suatu permasalahan yang penting karena juga merupakan concern banyak orang, sebagaimana ditunjukkan oleh kepustakaan yang dirujuk. Kepustakaan juga dapat berupa teknik, metode, taktik, strategi, atau pendekatan yang akan dipilih untuk melaksanakan penelitian yang hasilnya ditulis dalam Karya ilmiah, skripsi, disertasi, thesis tersebut.


BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN ATAU OBJEK PENELITIAN

Penelitian ilmiah wajib memenuhi asas dapat diulang (repeatable) dan dapat menghasilkan hasil penelitian yang sama (reproduceable). Oleh karena itu, bagian Bahan dan Metode Penelitian harus diuraikan dengan jelas dan rinci sehingga jika ada orang yang memiliki kompetensi yang sama ingin melakukan penelitian yang sama, ia akan dapat mengikuti semua prosedur penelitian dan akan memperoleh hasil yang relatif sama pula.

Pada bab ini dideskripsikan secara lebih rinci dan runtut rancangan penelitian, prosedur penelitian, teknik penarikan sampel dan kriterianya (termasuk populasinya), penetapan variabel penelitian dan definisi operasional penelitian, teknik analisis dan metode lainnya.

Apabila judul Bab III ini adalah Objek Penelitian, bab ini memberikan gambaran umum mengenai objek penelitian, khususnya keadaan objek penelitian yang dikaitkan dengan judul Karya ilmiah, skripsi, disertasi, thesis atau permasalahan yang diteliti.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian adalah bagian yang menyajikan hasil dari penelitian dalam bentuk data. Selain dengan uraian, data penelitian dapat juga disajikan sebagai ilustrasi (gambar, foto, diagram, grafik, tabel, dll.).
Dalam menyajikan tabel atau grafik, hendaknya tabel dan grafik tersebut berupa self explanatory. Artinya, semua keterangan harus ada pada tabel dan grafik tersebut sehingga pembaca dapat memahaminya tanpa harus mengacu ke teks/naskah.

Yang dimaksud dengan pembahasan bukanlah mengulang data yang ditampilkan dalam bentuk uraian kalimat, melainkan berupa arti (meaning) data yang diperoleh. Pembahasan berarti membandingkan hasil yang diperoleh dengan data pengetahuan (hasil riset orang lain) yang sudah dipublikasikan, kemudian menjelaskan implikasi data yang diperoleh bagi ilmu pengetahuan atau pemanfaatannya. Temuan atau informasi yang diperoleh dapat dikaitkan dengan tujuan penelitian (impikasi hasil penelitian) atau dibandingkan dengan hasil penelitian orang lain yang telah dipublikasikan, sebagaimana diuraikan dalam bagian tinjauan pustaka. Dalam pembahasan ini sebaiknya diutarakan pula kelemahan dan keterbatasan penelitian. Kesalahan umum dalam membahas hasil penelitian adalah menyajikan data hasil penelitian sekaligus sebagai tabel dan grafik.


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan merupakan kristalisasi hasil analisis dan intepretasi. Simpulan ini harus terlebih dahulu dibahas dalam bagian Pembahasan sehingga apa yang dikemukakan dalam bagian Simpulan tidak merupakan pernyataan yang muncul secara tiba-tiba.

Cara penulisan/pembahasan dirumuskan dalam bentuk pernyataan secara ketat dan padat sehingga tidak menimbulkan penafsiran lain. Informasi yang disampaikan dalam simpulan bisa berupa pendapat baru, koreksi atas pendapat lama, pengukuhan pendapat lama, atau menumbangkan pendapat lama sebagai jawaban atas tujuan.

Saran tidak merupakan pernyataan yang muncul tiba-tiba akan tetapi merupakan kelanjutan dari simpulan, sering berupa anjuran yang dapat menyangkut aspek operasional, kebijakan, ataupun konseptual. Saran hendaknya bersifat konkret, realistis, bernilai keilmuan dan/atau praktis, serta terarah (disebut saran tindak). Apabila peneliti tidak mengajukan saran/rekomendasi atas dasar simpulan hasil penelitian, judul Bab V ini adalah SIMPULAN.

BAGIAN AKHIR
Bagian akhir biasanya terdiri atas hal-hal berikut.
a.       Daftar Pustaka. Tata cara penulisan daftar pustaka dapat berbeda-beda, tetapi biasanya mengikuti kaidah yang berlaku di bidang ilmunya masing-masing. Daftar pustaka disusun berdasarkan sistem tertentu secara konsisten, menggunakan kepustakaan yang semukhtahir mungkin, hanya mencantumkan kepustakaan yang terkait langsung dengan penelitian, sumber dari internet dicantumkan dengan menyebutkan nama atau kode website secara lengkap, judul tulisan dan penulisnya, dan tanggal diakses.
b.      Lampiran-lampiran (berisi tabel, perhitungan statistik, peraturan-peraturan, contoh kuesioner atau instrumen tertulis yang digunakan, dsb.).
c.       Riwayat Hidup (apabila perlu) atau identitas penulis yang berisi tentang nama lengkap dan gelar, tempat dan tanggal lahir penulis, pekerjaan, dan hasil penelitian/tulisan ilmiah yang pernah diterbitkan.





Sabtu, 01 Desember 2012

Euforia Masyarakat Jakarta Menyambut Gubernur Baru



Nama    : Anisa Agustyaningrum
NPM    : 20210871
Kelas    : 3eb15

Terpilihnya Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 meninggalkan catatan yang fenomenal. Baik secara personality hingga ke ranah politis. Banyak sisi menarik yang layak dikupas dan dibahas seputar profil ‘Si Tukang Kayu’ itu, bahkan Jokowi mampu menjungkirbalikkan konstelasi politik di daerah yang selama ini terkenal dengan kemapanan politiknya.

Tidak dapat dipungkiri lagi, Jokowi mampu ‘menyihir’ perpolitikan nasional dengan gayanya yang khas, hal ini sebanding dengan adagium; suara rakyat adalah suara Tuhan!!! Sampai-sampai tujuh stasiun telivisi nasional menayangkan secara langsung pelantikannya sebagai Gubernur hal ini benar-benar sebuah fenomena yang tidak akan dapat dicerna dengan singkat. Bahkan warga Kota Solo pun setengahnya ‘keberatan’ atas terpilihnya Jokowi tersebut. Kenyataan ini justru sebagai bukti bagaimana Jokowi mampu menempatkan rakyat pada posisi yang semestinya.
Masyarakat menyambut penuh antusias, suka cita, dan gegap gempita. Euforia warga ibu kota saat menghadiri pelantikan Jokowi hampir sama hebohnya ketika warga Amerika menghadiri pelantikan Obama. Kemarin, ribuan warga menghadiri pelantikan Jokowi, hingga membuat macet jalan. Bahkan kendaraan yang melintas di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, sempat dialihkan. Mereka dengan setia menunggu prosesi pelantikan Jokowi-Ahok selesai dilakukan di dalam ruang rapat paripurna DPRD DKI Jakarta.
Banyak warga datang naik delman hias, ada pula yang mengenakan kemeja kotak-kotak. Begitu padatnya, sampai-sampai Jokowi dan Ahok harus berjuang keras menembus kerumunan massa untuk bisa naik ke panggung rakyat di depan Gedung DPRD DKI. Melihat euforia ini, sembilan stasiun televisi pun menyiarkan langsung pelantikan tersebut. Ketika pelantikan selesai, Jokowi dan Ahok segera keluar dan memberikan salam untuk warga. Demi bisa bersalaman dengan Jokowi, para pendukung berdesak-desakan dan saling dorong. Jokowi dan Ahok harus berjibaku menembus kerumunan massa agar bisa naik ke panggung rakyat di depan Gedung DPRD DKI.
Dari atas panggung yang dihiasi bendera Merah Putih ini, sembari tersenyum, Jokowi melambai-lambaikan tangan ke arah pendukungnya. Jokowi lalu melepas topinya kemudian membungkuk seperti memberi hormat sembari kedua telapak tangannya dipertemukan. Dia membungkuk beberapa kali ke sejumlah arah pendukungnya. Kemudian keduanya memberikan pidato singkat. Dalam pidatonya Jokowi dan Ahok menyampaikan ucapan terima kasih. Keduanya juga meminta warga agar selalu mengawal mereka dalam melaksanakan tugasnya.
Rasa hormat Jokowi kepada warganya itulah yang barangkali membuat warga ingin memberikan penghormatan balik. Saat Jokowi mengucapkan rasa terima kasih, warga tanpa dikomando langsung menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sambil menyanyikan lagu, mereka juga mengibarkan bendera Merah Putih segala ukuran. Beberapa warga juga memberikan benda-benda secara langsung kepada Jokowi. Salah satunya benda yang diberikan adalah poster bergambar Jokowi.
Namun demikian ada beberapa hal yang layak dicermati bagi warga Solo sepeninggal Jokowi ke Jakarta. Pertama, adalah keberlanjutan kepemimpinan yang selanjutnya akan dipimpin FX. Hadi Rudyatmo sebagai Walikota Solo. Sementara, prosesi suksesi Wawali sebenarnya akan menjadi titik balik keberlanjutan ‘masa keemasan’ Kota Solo kedepan. Bila kurang tepat dalam memilih Wawali tidak tertutup kemungkinan prestasi yang diraih Solo selama ini dapat menguap karena akan terputusnya gaya kepemimpinan ‘cerdas kreatif’ yang dirintis Jokowi selama ini dan bahkan ancaman konflik pun dapat memuncak.

Kedua, program pembangunan yang telah tertuang dalam RPJMD hasil penginggalan Jokowi perlu mendapat penajaman dibeberapa sisi; terutama masalah kesehatan dan kebersihan. Salah satu prestasi yang tidak mampu diraih Jokowi adalah Adipura. Memang bukan suatu ukuran baku akan prestasi pemerintahan, namun sesuai kemanfaatan ditengah masyarakat bidang ini memiliki urgensi yang sangat vital. Dalam hal manajemen pengelolaan sampah, Kota Solo harus segera berbenah agar kedepan tidak menjadi beban yang semakin sulit diurai.

Ketiga, adalah partisipasi warga masyarakat dalam keikutsertaannya menjadikan Kota Solo seperti apa yang telah diidealitakan Jokowi. Masih banyak katub-katub partisipasi masyarakat yang tersumbat. Dan hal ini tidak saja menjadi tanggungjawab Pemkot Solo untuk membukanya, namun semua pemangku kepentingan (stake holder) harus meletakkan kesadaran bahwa partisipasi masyarakat adalah syarat mutlak keberlangsungan pembangunan yang demokratis. Ambil contoh adalah partisipasi masyarakat dalam merencanakan pembangunan di tingkat paling bawah (RT/RW) hingga Musrenbangkel; ternyata masih sering terjadi proses perencanaan pembangunan itu yang dilakukan secara srampangan karena hanya mengejar formalitas, belum mampu menyentuh pada substansi perencanaan pembangunan.

Masih ada satu fenomena setelah kepindahan Jokowi ke Jakarta yang perlu mendapat perhatian; hal itu adalah euforia. Ya kemenangan Jokowi memang membuat beberapa kelompok masyarakat meluapkan kegembiraan sebagai ungkapan kekaguman.

Sumber :

Jumat, 12 Oktober 2012

Bahasa Sebagai Lambang Negara



1.     Pengertian bahasa

Secara umum bahasa didefinisikan sebagai lambang. Bahasa adalah alat komunikasi yang berupa system lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia.

Sebagaimana kita ketahui, bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Masing-masing mempunyai makna, yaitu hubungan abstrak antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang diwakiliKumpulan kata atau kosakata itu oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis, atau menurut urutan abjad,disertai penjelasan artinya dan kemudian dibukukan menjadi sebuah kamus atau leksikon.

Pada waktu kita berbicara atau menulis, kata-kata yang kita ucapkan atau kita tulis tidak tersusun begitusaja, melainkan mengikuti aturan yang ada. Untuk mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan, kitaharus memilih kata-kata yang tepat dan menyusun kata-kata itu sesuai dengan aturan bahasa. Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita gunakan sebagai pedoman berbahasa inilah yang disebut tata bahasa.

2.     Kedudukan dan Fungsi bahasa

Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda yang berbunyi Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan , bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai  bahasa nasional ; kedudukannya berada diatas bahasa – bahasa daerah. Selain itu , didalam undang – undang dasar 1945 tercantum pasal khusus ( BAB XV , pasal 36 ) mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa Negara ialah bahasa Indonesia. Pertama, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional sesuai dengan sumpah pemuda 1928; kedua, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa Negara sesuai dengan undang – undang dasar 1945.

Didalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) Lambang kebanggaan kebangsaan, (2) lambang identitas nasional, (3) alat perhubungan antar warga, antar daerah, dan antar budaya,dan (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai – bagai suku bangsa dengan latar belakang social budaya dan bahasanya masing – masing kedalam kesatuan kebangsaan Indonesia.

1.      Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai – nilai social budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebanggaan ini , bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan serta rasa kebanggaan pemakainya senantiasa kita bina.
2.      Sebagai lambang identitas nasional,bahasa Indonesia kita junjung disamping bendera dan lambang Negara kita. Di dalam melaksanakan fungsi ini bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari unsure – unsure bahasa lain.
3.      Sebagai bahasa nasional – adalah sebagai alat perhubungan antar warga , antar daerah, dan antar suku bangsa. Berkat adanya bahasa nasional kita dapat berhubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalah pahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang social budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan.kita dapat bepergian dari pelosok yang satu ke pelosok yang lain di tanah air kita dengan hanya memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya alat komunikasi.
4.      Sebagai bahasa nasional, adalah sebagai alat yang memungkinkan terlaksananya penyatuan berbagai – bagai suku bangsa yang memiliki latar belakang social budaya dan bahasa yang berbeda-beda kedalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat. Didalam hubungan ini bahasa Indonesia memungkinkan berbagai bagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai – nilai social budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu kita dapat meletakkan kepentingan nasional jauh diatas kepentingan daerah atau golongan.

Didalam kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan , (2) bahasa pengantar didalm dunia pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sebagai bahasa resmi kenegaraan , bahasa Indonesia dipakai didalam segala upacara, peristiwa dan kegiatan kenegaraanbaik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan. Termasuk kedalam kegiatan – kegiatan itu adalah penulisan dokumen – dokumen dan putusan – putusan serta surat – surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan – badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan.

Sebagai fungsinya yang kedua didalam kedudukannya sebagai bahasa Negara , bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar di lembaga – lembaga pendidikan mulai taman kanak – kanak sampai dengan perguruan tinggi diseluruh Indonesia , kecuali di daerah – daerah, seperti daerah aceh, batak , sunda , jawa , Madura , bali , dan Makassar yang menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa pengantar sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar.

Sebagai fungsinya yang ketiga didalam kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia adalah alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk kepentingan pelaksanaan pemerintah . didalam hubungan dengan fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi timbal – balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan antar daerah dan antar suku , melainkan juga sebagai alat perhubungan didalam masyarakat yang sama latar belakang social budaya dan bahasanya.

Akhirnya , didalam kedudukannya sebagai bahasa Negara , bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional , ilmu pengetahuan , dan teknologi . didalam hubungan ini bahasa Indonesia adalah satu – satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memikili cirri – ciri dan identitasnya sendiri , yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama , bahasa Indonesia kita pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai – nilai social budaya nasional kita. ( Halim , 1979 : 4 – 56; Moediono,1980:15-31).

Disamping itu, sekarang ini fungsi bahasa Indonesia telah pula bertambah besar. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa media massa . media massa cetak dan elektronik, baik visual, audio, maupun audio visual harus memakai bahasa Indonesia. Media massa menjadi tumpuan kita dalam menyebarluaskan bahasa Indonesia secara baik dan benar.

Di dalam kedudukannya sebagai sumber pemerkaya bahasa daerah , bahasa Indonesia berperanana sangat penting. Beberapa kosakata bahasa Indonesia ternyata dapat memperkaya khasanah bahasa daerah, dalam hal bahasa daerah tidak memiliki kata untuk sebuah konsep.

Bahasa Indonesia sebagai alat menyebarluaskan sastra Indonesia dapat dipakai. Sastra Indonesia merupakan wahana pemakaian bahasa Indonesia dari segi estetis bahasa sehingga bahasa Indonesia menjadi bahasa yang penting dalam dunia internasional.

Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama.  Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.

Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.

Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.

Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.

Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).

Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi.  Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran). Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
a.      Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan tertentu.
Sebagai contoh lainnya, tulisan kita dalam sebuah buku,  merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita. Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
·         agar menarik perhatian orang  lain terhadap kita,
·         keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi
Pada taraf  permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang  sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
b.      Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya, misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri.
Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal,asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.
c.       Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat  hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati .
Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak atau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.
d.       Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Ceramah agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial.
Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. klan layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.
Fungsi utama bahasa, adalah sebagai alat komunikasi, atau sarana untuk menyampaikan informasi (fungsi informatif).

Tetapi, bahasa pada dasarnya lebih dari sekadar alat untuk menyampaikan informasi, atau mengutarakan pikiran, perasaan, atau gagasan, karena bahasa juga berfungsi:

a.       untuk tujuan praktis: mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari.
b.      untuk tujuan artistik: manusia mengolah dan menggunakan bahasa dengan seindah-indahnya guna pemuasan rasa estetis manusia.
c.       sebagai kunci mempelajari pengetahuan-pengetahuan lain, di luar pengetahuan kebahasaan.
d.      untuk mempelajari naskah-naskah tua guna menyelidiki latar belakang sejarah manusia, selama kebudayaan dan adat-istiadat, serta perkembangan bahasa itu sendiri (tujuan filologis).

Dikatakan oleh para ahli budaya, bahwa bahasalah yang memungkinkan kita membentuk diri sebagai makhluk bernalar, berbudaya, dan berperadaban. Dengan bahasa, kita membina hubungan dan kerja sama,mengadakan transaksi, dan melaksanakan kegiatan sosial dengan bidang dan peran kita masing-masing. Dengan bahasa kita mewarisi kekayaan masa lampau, menghadapi hari ini, dan merencanakan masa depan.


sumber : 
http://suhailykamil.wordpress.com/2011/10/06/peran-dan-fungsi-bahasa-indonesia/